Polresta Samarinda Berhasil Ungkap Dua Kasus TPPO, Modus Operasi Pakai Aplikasi Online

Bagikan :

Mahakata.com – Sepanjang bulan Juli ini, Polresta Samarinda mengungkap dua kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Pertama di sebuah penginapan di Jalan Tengkawang, Kelurahan Karang Anyar, Sungai Kunjang dan sebuah guest house di Jalan HAMM Rifaddin, Kecamatan Samarinda Seberang.

Untuk lokasi pertama, polisi melakukan penyelidikan pada Rabu (5/7/2023) sekitar pukul 14.30 Wita. Penyelidikan berdasar informasi di sebuah penginapan di Jalan tersebut kerap dijadikan lokasi bisnis esek-esek.

Polisi menerima informasi bisnis tersebut dijalankan di kamar 203. Benar saja, saat petugas mendatangi ke penginapan tersebut dan mendapati seorang wanita, diduga sebagai muncikari berinisial FA (25).

“Dan kami juga mengamankan pasangan di dalam kamar penginapan yang bukan suami istri. Pasalnya, saat ditanya ternyata mereka kencan dengan sistem bayar,” kata Kombes Pol Ary Fadli, Kapolresta Samarinda, Kamis (20/7/2023).

Keduanya bersepakat menggunakan aplikasi Michat. Dari keterangan yang digali, khusus pelanggan bisa menggunakan aplikasi WhatsApp.

Saat diinterogasi lebih lanjut, selain menawarkan jasa perempuan, FA juga turut melayani laki-laki hidung belang. Praktik ini telah dijalankan FA setahun terakhir. Bahkan dia telah menetap di penginapan tersebut.

Untuk tarif yang ditawarkan pelaku, para pria hidung belang mesti merogih Rp800 ribu hingga Rp1 juta. Itu tarif sekali kencan.

Barang bukti yang diamankan, uang tunai Rp 1,4 juta, tiga buah telepon genggam, dan sebuah nota hotel.

Atas perbuatannya pelaku dijerat dengan pasal Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Pasal 2 ayat 1 UU RI No.21 tahun 2007.

Untuk kasus kedua, pengungkapan bermula pada Minggu (16/7/2023) sekitar pukul 04.30 Wita. Polisi mendapat informasi tentang bisnis esek-esek di sebuah guest house di Jalan HAMM Rifaddin, Samarinda Seberang.

Modusnya relatif sama dengan kasus pertama. Melalui aplikasi Michat. Petugas melakukan penyamaran, dengan melakukan komunikasi dengan sebuah akun.

Dari komunikasi tersebut, petugas yang menyamar dan pelaku sepakat untuk bertemu di penginapan. Tarif yang disepakati Rp700 ribu untuk kencan.

Tak berselang lama, seorang remaja tiba di lokasi yang telah ditentukan. Diketahui remaja tadi sebagai saksi korban. Pasalnya bukan si perempuan tersebut yang melakukan komunikasi. Melainkan para muncikari. Korban meminta uang yang disepakati oleh petugas saat transaksi melalui aplikasi.

“Saat itu anggota yang menyamar, langsung mengamankan saksi korban dan meminta para muncikari untuk datang ke TKP, yang ternyata para pelaku (muncikari) itu sedang menunggu di dalam mobil Toyota Calya bernopol DA 1065 LN warna ceklat,” ungkap Kapolres.

Ada tiga pelaku yang diamankan petugasndi dalam mobil. Ketiganya berinisial MM (33), SL (25) dan MR (25).

Selanjutnya, ketiganya langsung digelandang ke Polsek Samarinda Seberang guna proses lebih lanjut.

Berdasarkan hasil interogasi, para pelaku membawa saksi korban dari Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel, pada Rabu (12/7/2023), dengan menggunakan mobil rental tersebut.

Tiba pada Kamis (13/7/2023), tujuan mereka memang hendak menawarkan saksi korban tersebut kepada pria-pria hidung belang, dengan menggunakan aplikasi michat.

“Jadi, korban ini masih di bawah umur, usianya 16 tahun,” sebutnya.

Para muncikari yang mencari pelanggan. Mereka akan membagi hasil mulai Rp 50-100 ribu untuk sekali kencan.

“Tergantung dia pasarkan berapa, misalnya sekali kencan itu Rp350 ribu, muncikari dapat Rp50 ribu. Dan memang ketiganya ini dengan saksi korban memang sudah saling kenal dan daerahnya, makanya dibawah ke Samarinda,” imbuhnya.

Rencananya para pelaku akan kembali ke Kalsel pada Senin (17/7/2203). Namun lantaran aksi mereka, ketiganya harus menjalankan hukuman atas perbuatannya itu.

“Untuk barang bukti yang diamankan yakni mobil rental, dan dua unit handhone serta uang tunai Rp1,6 juta,” tutupnya.

Atas perbuatannya pelaku dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.

Yang mana UU tersebut sudah diubah dengan UU RI Nomor 17 Tahun 2016. Kemudian dipasangkan terkait dengan Perlindungan Anak, karena korban masih dibawah umur yakni UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang ancaman hukumannya 15 tahun penjara. (*)

Leave a Reply