Sekolah Rakyat Mulai Begulir di Indonesia, Upaya Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pendidikan

Bagikan :

Mahakata.com – Program Sekolah Rakyat mulai berjalan di seluruh Indonesia mulai tahun ajaran baru 2025/2026 ini.

Program Sekolah Rakyat ini bertujuan untuk memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan.

“Sekolah Rakyat merupakan implementasi Asta Cita nomor empat Presiden Prabowo. Presiden memahami bahwa pendidikan menjadi kunci untuk memutus rantai kemiskinan. Jangan sampai kemiskinan menjadi warisan,” kata Adita Irawati, Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan/Presidential Communication Office (PCO).

Dirinya memaparkan Sekolah Gratis menekankan konsep sekolah gratis dengan fasilitas asrama yang diperuntukkan khusus anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.

Adita menjelaskan hingga saat ini masih banyak keluarga dari kelompok miskin maupun miskin ekstrem yakni warga dengan kategori desil 1 dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) Badan Pusat Statistik (BPS) belum memiliki akses terhadap pendidikan layak, apalagi berkualitas. Hambatan utamanya adalah kondisi ekonomi.

“Kemiskinan merupakan sumber ketidakmampuan masyarakat untuk mengakses layanan dasar utama seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang layak,” jelasnya.

Berdasarkan data BPS (2025) jumlah penduduk miskin pada September 2024 sebesar 24,06 juta orang atau 8,57 persen. Sebanyak 3.170.003 jiwa masuk dalam kategori miskin ekstrem.

Persoalan kemiskinan sangat mempengaruhi pengembangan sumber daya manusia, karena kemiskinan akan berdampak pada keterbatasan akses terhadap pendidikan yang berkualitas, pelatihan keterampilan, layanan kesehatan yang memadai, serta pangan dan gizi yang mencukupi.

Berdasarkan data BPS (2024) capaian Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang SMA/SMK sederajat pada rumah tangga kelompok pengeluaran terendah (kuintil 1) sebesar 74,45 perse , sementara pada kelompok pengeluaran teratas (kuintil 5) capaiannya sebesar 97,37 persen.

Persentase Anak Tidak Sekolah tertinggi berada pada kelompok umur 16-18 tahun, sebesar 19,20 persen. Sekitar 730.703 siswa lulusan SMP tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah atas.

Dari jumlah tersebut, 76 persen keluarga menyatakan bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab utama anak mereka tidak dapat melanjutkan sekolah, sementara 8,7 persen anak-anak tersebut harus mencari nafkah atau menghadapi tekanan sosial dari lingkungan keluarga mereka.

Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2022 mencatat, angka putus sekolah di tingkat SMP mencapai 1,12 persen, sementara di tingkat SMA mencapai 1,19 persen.

“Dengan adanya Sekolah Rakyat, seluruh kebutuhan siswa akan ditanggung oleh negara,” tegas Adita. (*)