Mahakata.com – Komisi IV DPRD Kaltim menyoroti pembangunan sektor pendidikan Bumi Mulawarman.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, menerbitkan data pokok pendidikan (Dapodik) 2023.
Dalam data itu, sekitar 47 persen sekolah di Kaltim belum memiliki perpustakaan.
Hal ini pun menuai sorotan Puji Setyowati, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim.
“Kita harus memastikan bahwa data Dapodik tidak hanya sekadar formalitas, tapi juga menjadi alat untuk mengevaluasi kualitas sekolah,” kata Puji, Jumat (1/12/2023).
Puji menjelaskan, berdasarkan data Dapodik, terdapat 7.328 sekolah di Kaltim, yang terdiri dari 4.826 sekolah dasar (SD), 1.621 sekolah menengah pertama (SMP), 638 sekolah menengah atas (SMA), dan 243 sekolah menengah kejuruan (SMK).
Namun, dari jumlah tersebut, hanya 3.894 sekolah yang memiliki perpustakaan, atau sekitar 53 persen.
“Artinya, masih ada sekitar 3.434 sekolah yang tidak memiliki perpustakaan. Ini sangat merugikan siswa, karena mereka tidak bisa mendapatkan sumber belajar yang bervariasi dan berkualitas,” jelasnya.
Puji menyebut selain perpustakaan, masih banyak fasilitas pendidikan lain yang belum tersedia di sekolah, seperti musala, kantin sehat, dan ruang terbuka hijau.
Dirinya menambahkan fasilitas-fasilitas ini juga berpengaruh terhadap aspek literasi, kesehatan, dan lingkungan di sekolah.
“Literasi adalah kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan berhitung yang diperlukan untuk mengakses, memahami, dan menggunakan informasi. Kesehatan adalah kondisi fisik, mental, dan sosial yang optimal untuk belajar,” paparnya.
“Lingkungan adalah suasana yang nyaman, aman, dan bersih untuk belajar. Ketiga aspek ini saling berkaitan dan harus diperhatikan oleh sekolah,” lanjutnya.
Puji menegaskan agar ada perbaikan data Dapodik agar sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
“Kita harus memastikan bahwa data Dapodik tidak hanya sekadar formalitas, tapi juga menjadi alat untuk mengevaluasi kualitas sekolah. Jangan sampai ada sekolah yang hanya mengincar akreditasi, tapi tidak mau memperbaiki fasilitasnya. Akreditasi itu bukan tujuan akhir, tapi alat untuk menilai kualitas sekolah,” tegasnya. (*)