Mahakata.com – Sri Puji Astuti, Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, menyoroti soal isu pungli penjualan buku paket di sekolah-sekolah Kota Tepian.
Menurutnya isu pungli penjualan buku paket sekolah ini diduga dikarenakan lantaran keterlambatan dalam pengadaan buku dari pusat serta batasan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pembelian buku paket menjadi hambatan utama.
“Dana BOS yang dibatasi maksimal 15 persen untuk pembelian buku tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan buku paket yang disediakan oleh Kementerian,” kata Sri Puji Astuti.
“Misal, untuk sekolah dengan 300 siswa, anggaran yang ada hanya cukup untuk membeli satu atau dua buku per siswa, jauh dari jumlah yang seharusnya,” lanjutnya.
Dirinya menyebut perubahan kurikulum yang sering kali terlambat, seperti dari KTSP, K13, hingga Kurikulum Merdeka, sering kali menyebabkan pengadaan buku tidak sesuai dengan kebutuhan terkini.
“Saat ini, kelas 1 hingga 3 menggunakan Kurikulum Merdeka, sementara kelas 4 dan 5 masih mengikuti kurikulum lama. Hal ini menambah kerumitan dalam pengadaan buku,” jelasnya.
Puji mengkritik minimnya pemahaman masyarakat mengenai penggunaan dana BOS dan perlunya transparansi dalam pengelolaan dana tersebut.
“Dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya digunakan untuk pembelian buku sering kali tidak jelas penggunaannya. Sekolah-sekolah perlu lebih terbuka dalam mengelola dan melaporkan dana ini,” sebutnya.
Dirinya mendorong DPR RI lebih banyak fleksibilitas dalam penggunaan dana pendidikan, mengingat kondisi keuangan daerah yang bervariasi.
Puji menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran pendidikan yang memadai dari APBD.
“APBD Samarinda mencapai 5,7 triliun rupiah, dengan anggaran pendidikan sekitar 960 miliar rupiah, di mana 660 miliar di antaranya digunakan untuk gaji dan tunjangan guru. Ini menunjukkan masih adanya kekurangan dana untuk pengadaan buku dan kebutuhan pendidikan lainnya,” tegasnya. (*)