Mahakata.com – Akmal Malik, Pj Gubernur Kaltim, mendorong kabupaten dan kota melakukan evaluasi izin perusahaan perkebunan yang belum melakukan penanaman sesuai tenggat waktu yang ditentukan.
“Saya ingin pemprov melakukan langkah-langkah penilaian secara obyektif dan disampaikan ke kabupaten/kota terkait perusahaan perkebunan yang belum menanam,” kata Akmal Malik.
Akmal Malik memaparkan dalam RTRW Kaltim telah mengalokasikan seluas 3,4 juta hektare untuk perkebunan.
Sebanyak 2,1 juta hektare lahan itu sudah terdistribusi kepada pemegang izin usaha perkebunan (IUP) sebanyak 340 IUP di kabupaten/kota.
“Yang sudah ditanam baru seluas 1,3 juta hektare. Jadi ada gap lahan 1,1 juta hektare yang belum dimanfaatkan pemegang IUP,” jelasnya.
Dirinya memintankabupaten/kota melakukan evaluasi pada perusahaan sawit pemegang IUP, karena meskipun telah mengantongi izin, namun belum melakukan penanaman sesuai aturan.
“Mungkin karena kemampuan produksi atau masuk areal konservasi atau hal lain. Ini yang perlu di evaluasi. Kalau tidak bisa ya dicabut,” jelasnya.
Akmal Malik mengungkapkan, produksi perkebunan terutama sawit di Kaltim cukup besar TBS mencapai 20,7 juta, CPO 4,5 juta pertahun. Sektor sawit juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 168 ribu jiwa.
“Prospek sawit sangat bagus, tetapi masih bisa kita optimalkan sebenarnya,” paparnya.
Persoalan di sektor perkebunan yang sering terjadi, menurutnya bagaimana masing-masing pihak melaksanakan kewenangannya dengan baik.
Selama ini perijinan menjadi kewenangan kabupaten/kota dan provinsi hanya melakukan penilaian apakah usaha perkebunan itu sudah dilakukan dengan baik atau belum.
“Saya juga minta petugas penilai usaha perkebunan memanfaatkan teknologi, misal penggunaan drone maupun citra satelit,” tegasnya.
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, EA Rafiddin Rizal menyebut, berdasarkan aturan ketika IUP dikeluarkan, minimal enam bulan perusahaan harus mulai menanam minimal 60 persen.
“Tahun ketiga mestinya sudah harus selesai,” ungkapnya.
Menurutnya, kabupaten/kota harus melakukan evaluasi jika perusahaan pemegang IUP belum melakukan penanaman sesuai aturan.
Misalnya, perusahaan A mendapat izin 1.000 hektare namun hanya menanam 700 hektare. Ini yang perlu ditanyakan dan dievaluasi.
“Jika perusahaannya ngga sanggup, sisanya 300 hektare, harus dikembalikan,” pungkasnya. (*)